Nuansa kantor saat itu tampak jelas ketika pertama mulai berbincang, terasa dari lalu-lalang orang dan beberapa sapaan-sapaan yang terekam di tengah obrolan.
Saat itu obrolan kami langsungkan secara online melalui kanal Google Meet bersama Agung Wicaksono, alumnus Petra Christian University angkatan 2002 yang kini melanjutkan karier di NET TV sebagai Section Head of Production Operation.
Di tengah obrolan santai itu, “AW” sapaan akrabnya, mengenang kembali masa-masa menjadi mahasiswa Broadcast Film angkatan 2002.
Seorang Agung Wicaksono adalah seseorang dengan minat dan cita-cita menjadi sutradara film sejak kecil. Namun cita-cita itu tidak bisa dikatakan melewati proses yang “mulus”. Sempat melupakan cita-citanya itu, AW beberapa kali memilki opsi lain, mulai dari keinginan masuk ke Angkatan Udara, Teknik Informatika, sempat masuk ke Teknik Sipil untuk sementara, sebelum akhirnya mengakhiri pilihan studinya pada Broadcast Film UK Petra di tahun 2002. Bertemu kembali dengan minat masa kecil, lantas membuat AW memiliki idealisme yang tinggi sebagai mahasiswa. Berbincang tentang idealismenya di masa mahasiswa, AW terkekeh, “Parah…,” kenangnya.
Berhasil menambatkan pilihan perkuliahan di jurusan Broadcast Film tahun 2002 ternyata tidak serta merta membuat perkuliahan AW tanpa kendala. Saat itu Program Broadcast Film di UK Petra seolah mati segan hidup tak mau. “Peminatnya waktu itu yang sampai lulus cuma tiga orang, termasuk saya,” tandas lelaki kelahiran Gresik ini.
Di tahun 2002, Broadcast Film menjadi salah satu konsentrasi dari Program Studi Ilmu Komunikasi yang belum lama didirikan. AW dan kedua rekannya menjadi angkatan pertama sekaligus yang terakhir. Menyadari betul ketertarikannya pada perfilman membuat AW mengajak kedua rekannya untuk mempertahankan eksistensi Broadcast Film yang saat itu di ujung tanduk. Hal itu membuat AW rela membawa diskusinya sampai pada Pembantu Rektor (sekarang Wakil Rektor, editor) hingga mencapai keputusan.
“Waktu itu kami sepakat bahwa Broadcast Film akan ditutup apabila setelah ini kami tidak berhasil mendapatkan peminat baru untuk Broadcast Film,” jelasnya. Menjadi satu hal yang paling memorable bagi AW adalah di masa-masa mempersuasi mahasiswa untuk memilih peminatan Broadcast Film.
“Sempat dapat sekitar sepuluh orang peminat saat itu, tapi ya tidak berhasil membuat mereka memilih Broadcast Film. Wajar juga karena prodi masih baru saat itu,” ujarnya diselingi tawa kecil. Hal ini membuat AW dan kedua rekannya menjadi satu-satunya angkatan yang lulus dari Broadcast Film di UK Petra hingga akhirnya program itu resmi ditutup.
Menyoal determinasinya yang tinggi saat itu, timbul ketertarikan untuk bertanya, “Apa hal yang paling membuat Anda bertahan berkuliah dengan hanya tiga orang peminat di satu jurusan? Karena melihat teman-teman lain, biasanya akan timbul rasa ingin menyerah juga, apalagi programnya sudah terancam ditutup”
“Idealisme,” AW menjawabnya dengan lugas.
Kendati ia sadar bahwa tak banyak hal yang bisa dilakukan dengan hanya tiga orang peminat, namun idealisme itu membawanya pada determinasi yang tinggi untuk tetap bertahan di program Broadcast Film. Bagi AW, berkecimpung di dunia perfilman layak untuk diperjuangkan. Selama perkuliahannya, selalu ada harapan adanya peminat mahasiswa yang pindah ke Broadcast Film, kendati pada akhirnya upaya itu bisa dikatakan jauh panggang dari api. Pada akhirnya tak ada yang berhasil dibujuk untuk “pindah hati” ke jurusan Broadcast Film.
“Tak banyak yang bisa dilakukan tentang perkuliahan di kampus,” jelas AW, mengingat saat itu Ilmu Komunikasi UK Petra yang masih relatif baru membuat pamornya dalam hal seni dan sosial masih kalah dengan insititut khusus di bidang kesenian dan perfilman.
Ia juga bercerita bagaimana setelah lulus berhasil diterima bekerja di sebuah rumah produksi tersohor pada masa itu dan sempat merasa sangat antusias, “Tapi setelah dijalani, ternyata luar biasa lelahnya,” ujar pecinta film Jurassic Park ini.
Pengalaman ini menjadi titik balik bagi seorang Agung Wicaksono, peralihan dari masa studi ke industri membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang menjadi pertimbangan ke depannya. Kemungkinan-kemungkinan yang tidak ia kira, namun tetap dijalankannya dengan kesungguhan.
Pengalaman bekerja di rumah produksi membawa Agung Wicaksono ke sebuah opsi untuk menjajal bidang lain yang masih di dalam dunia penyiaran, ia kemudian diterima di bekerja di sebuah stasiun TV ternama, NET TV, yang sekaligus menjadi tempatnya bekerja saat ini. Ketika kemudian ada sedikit ketidaksamaan karier dengan bidang perfilman seperti yang sejak dahulu ia perjuangkan, baginya tidak ada penyesalan sama sekali. Sebab pada sepanjang perjalanan kariernya, AW mempelajari bahwa kunci utama yang diperlukan dalam karier profesional adalah fleksibilitas dan adaptasi.
“Toh juga masih sama-sama penyiaran, kan?” candanya.
AW juga menceritakan bagaimana kedua rekan yang semasa mahasiswa bersama-sama memperjuangkan Broadcast Film ternyata tak juga berkarier di dunia film.
Di sini AW memperjelas, “Idealisme itu penting, akan tetapi ketika di dalam dunia pekerjaan tertentu akan lebih baik jika itu juga disesuaikan dengan industri.”
Mengingat perjuangan dan idealismenya yang kuat dalam dunia film ketika mahasiswa dan saat ini berkarier di industri pertelevisian, tidak lantas membuatnya membuang mimpi masa mudanya. AW tetap menumbuhkan dan memelihara kecintaannya pada film melalui pekerjaan bidang film yang masih sesekali dikerjakannya sebagai sampingan dan hobi, sembari fokus utama tetap pada TV.
“Bukan perkuliahan menjadi tidak penting, melainkan harus ada, keseimbangan antara teori dan pemahaman di lapangan,” jelas ayah dua putri ini. Sejak 2008 hingga kini, AW tak putus menjalani kehidupannya sebagai pekerja televisi.
Berangkat dari pengalamannya, hal ini lantas menjadi pesan yang selalu ingin AW tekankan pada kawan-kawan mahasiswa. Di samping menikmati masa-masa menjadi mahasiswa yang penuh semangat dan idealisme, jangan lupa mempersiapkan diri untuk senantiasa fleksibel dan adaptif menghadapi tantangan industri ke depan dan perubahan pada pilihan yang bukan tidak mungkin terjadi. ***
Ditulis oleh: Putu Dinda Ayudia