Keberadaan gedung-gedung pencakar langit menjadi salah satu sumber keindahan Surabaya sebagai kota metropolitan. Apartemen sekelas Gunawangsa, tower perkantoran Spazio, sampai mal dan hotel seperti Marvell City dan Hotel Ibis menghiasi sudut-sudut kota Pahlawan. Namun siapa sangka, kalau di balik struktur-struktur menakjubkan ini ada sosok sederhana, yang dengan senyum hangat khas kebapakannya sering wara-wiri di UK Petra untuk mengajar?
Prof. Ir. Benjamin Lumantarna, M.Eng., Ph.D. atau yang lebih akrab disapa Pak Ben adalah salah satu alumnus Program Studi (Prodi) Teknik Sipil angkatan 1964. Pada masa mudanya, diskriminasi kental membuat beberapa golongan termasuk Pak Ben sulit tembus ke perguruan tinggi negeri (PTN). UK Petra yang saat itu masih seumur jagung, menjadi harapannya menempuh pendidikan di bidang teknik sipil.

Kisah Khas Mahasiswa Ala Pak Ben — Dari HIMASITRA sampai Kuliah ke Luar Negeri
Selama di UK Petra, Pak Ben punya banyak kenangan tidak terlupakan. Ia yang aktif di Senat Mahasiswa Teknik Sipil (sekarang HIMASITRA, red.) sempat berkeliling memutar film di kota-kota kecil seperti Jember untuk mencari dana. Pak Ben juga terlibat dalam pembuatan seragam basket mahasiswa menggunakan kaus singlet (yang biasanya dipakai untuk dalaman) yang diwarnai biru sesuai warna UK Petra.
Uniknya, tahun 1965, Pak Ben diterima sebagai mahasiswa Prodi Arsitektur di Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Berjuanglah Pak Ben di dua prodi sekaligus. Sehari-hari ia bersepeda dari ITS di Undaan Wetan dan Ketabang Kali, ke UK Petra di Embong Kemiri dan Indrapura. “Jadi sehat orang, naik sepeda terus kemana-mana,” canda Pak Ben mengenang masa kuliahnya. Selain belajar, memberikan les kepada pelajar SMA untuk membantu keuangan keluarganya.
Perjalanan Pak Ben di Arsitektur tak berlangsung lama. “Capek. Nggak kuat juga biayanya. Arsitek itu mahal. Beli kertas gambar dan segala macam, buku juga tidak punya. Buku ‘kan mahal sekali,” kisahnya. Pak Ben memutuskan untuk berhenti dari Arsitektur ITS dan tetap di Teknik Sipil UK Petra, padahal ia mengaku lebih menyenangi Arsitektur. Keputusan Pak Ben menuai banyak komentar. “‘Kok, sekolah negeri kamu lepas? Malah swasta yang diambil, yang lebih jelek dibandingkan negeri (waktu itu PTS harus ujian di PTN, tidak bisa menghasilkan lulusan sendiri, red.).” “Ya, saya nggak tahu mengapa saya memutuskan begitu. Keputusan yang secara logika, nggak logis. Menurut saya, itu tuntunan Tuhan. Ternyata memang, saya bisa lebih berkarya di sini (di UK Petra, red.),” tutur pria kelahiran Jombang ini semringah.
Tuntunan Tuhan memang tidak bisa dinalar oleh manusia. Kiprahnya cemerlang di Teknik Sipil UK Petra. Mulai dari menjadi anggota Dewan Mahasiswa, Ketua Senat, hingga lulus dari UK Petra dengan gelar insinyur. Pak Ben bahkan dapat mengejar gelar magisternya ke Asian Institute of Technology, Bangkok, serta gelar doktoral sampai ke University of Toronto, Kanada — semuanya dengan beasiswa.
Benjamin Gideon & Associates (BGA) — Berawal Tanpa Rencana, Kini Danai Kuliah Mahasiswa
Selain dosen tetap Prodi Teknik Sipil UK Petra, Pak Ben juga seorang konsultan perencana. Berawal dari freelancer, kini beliau telah menjadi direktur sebuah civil engineering firm ternama di Indonesia, yaitu Benjamin Gideon & Associates bersama seorang teman Ir. Gideon Hadi Kusuma, M.Eng. sejak tahun 1990.
Satu waktu, Pak Ben dan Pak Gideon terbang ke Kupang untuk menjadi pembicara sebuah seminar. Di tengah flight yang lumayan panjang, terjadilah obrolan di antara mereka seputar pekerjaan masing-masing. “Kalau kita sendiri-sendiri, nggak akan bisa apa-apa, begini-begini saja. Gabung ajalah ‘yuk,” ajak Pak Ben saat itu pada Pak Gideon. Sesederhana itu, BGA lahir. BGA kemudian menjadi tangan di balik berdirinya bangunan-bangunan mengagumkan seperti Spazio, Apartemen Gunawangsa, Marvell City Mall, bahkan keluar pulau Jawa, seperti Hotel Harris di Seminyak, Bali.
Bagi mahasiswa UK Petra terutama Prodi Teknik Sipil, nama BGA tentu tak lagi asing. Tiap semester, e-mail bertajuk “Pengajuan BGA-CES” alias Benjamin Gideon & Associates Civil Engineering Scholarship pasti menghiasi inbox mahasiswa Prodi Teknik Sipil. Ditambah lagi, setiap mahasiswa dengan IPK tertinggi tiap angkatan akan mendapatkan Benjamin Gideon & Associates Civil Engineering Award. Penghargaan ini akan didapatkan mahasiswa berbeda tiap tahunnya, bertujuan memacu semangat mahasiswa Teknik Sipil untuk terus berprestasi.

Pak Ben: “Petra itu beruntung.”
Bicara tentang UK Petra, sebuah pernyataan unik keluar dari mulut Pak Ben. “Mau dibanggakan apa (dari UK Petra)? Kalau menurut saya tidak ada.”
Mengejutkan.
Kalimat yang muncul selanjutnya tak kalah mengejutkan.
“Sebetulnya, Petra itu menurut saya beruntung. Mengapa? Karena diberkahi oleh Tuhan saja bisa terjadi seperti ini. Bukan karya kita sendiri.”
Menurut Pak Ben, orang-orang yang masuk ke UK Petra-lah yang membuat Petra bisa berkiprah cemerlang di dunia pendidikan tinggi. “Banyak orang-orang baik yang karena keadaan, ‘terpaksa’ masuk ke Petra, dan malah jadi berkat untuk Petra,” jelasnya. Pak Ben menyebutkan beberapa alumnus lainnya, seperti Pak Gideon, Takim Andriono, Daniel Pribadi, dan lain-lain.
Integritas, Integritas, Integritas Terus!
Inilah value paling penting di mata Pak Ben. “Kalau kamu desain, desainlah sesuai peraturan. Jangan demi harga murah, kamu kurangi (mis. Material, dimensi, dsb.),” ujar Pak Ben memberikan contoh dari segi seorang consultant engineer. Ia juga menekankan pentingnya belajar selama bekerja dan tidak menjadi ‘kutu loncat’. “Banyak alumni UK Petra dikenal terlalu sering pindah-pindah kerja. Itu bukan reputasi yang baik untuk seorang pengusaha,” papar Pak Ben tegas.
Lulus dari UK Petra bukan berarti tahu segala. Lebih banyak yang harus dipelajari lagi nanti ketika bekerja. Pertanyaannya, siapkah kita terus belajar dan percaya tuntunan Tuhan, sama seperti Pak Ben?
Ditulis oleh: Denalyn T. Istianto