Mimpi. Acap kali menjadi awal dari sebuah perjalanan berliku. Namun, mimpi juga acap kali memampukan manusia menempuh jalan berliku untuk menggapainya. Bernardus Boy Dozan Poerniawan, alumni DKV UK Petra angkatan 2009, mengalami dua hal tersebut. Mimpinya menjadi seorang pengusaha sukses membantunya memulai sebuah perjalanan yang tidak mudah dan menguatkannya demi mewujudkan mimpi tersebut.
Mimpi itu diuji ketika orang tuanya mengalami kebangkrutan saat ia masih duduk di bangku kuliah. Kondisi ini membuatnya nyaris harus drop out karena tidak bisa membayar uang semester dan mengharuskannya untuk berjuang mencari uang sambil berkuliah. Beragam cara dan berbagai bidang—mulai dari event organizer, menjadi guru les privat, dan bekerja part-time sebagai artist di sebuah studio game di Surabaya—ia lakukan agar dirinya tetap dapat berkuliah di DKV UK Petra karena dia yakin ini adalah cara untuk mewujudkan cita-citanya.
Tepat setelah menyelesaikan tugas akhir dan lulus dari UK Petra, Boy pun terbang ke Jakarta dan mulai bekerja sebagai Junior 2D Artist di sebuah perusahaan game. “…Saya sangat enjoy dengan bidangnya dan bertekad untuk sukses di bidang game industry,” ujar Boy saat ditanya mengapa ia memilih bidang tersebut. Ia menuturkan bahwa ketertarikannya pada game dimulai ketika ia masih kecil. Kenangan menyenangkan bermain game console dengan kakaknya dan beralih bermain di warnet sejak masa remajanya membuat Boy memandang game dengan lebih serius. Ia sadar bahwa memainkan dan membuat game adalah dua hal yang sangat berbeda. Dengan semakin berkembangnya fitur dan tampilan game online maupun offline, Boy merasa bahwa membuat game adalah hal yang sangat menantang karena ia harus mengombinasikan seni dengan sains. Dalam satu tahun karirnya di Jakarta, ia mendapat promosi berkali-kali dan naik posisi menjadi Lead 2D Artist sampai pada akhirnya ia berhasil menduduki posisi Art Director. Awal perjalanan suksesnya diawali di tahun 2015 saat ia menginjak usia 23 tahun. Ia mendirikan perusahaan pertamanya yaitu Joyseed dan di tahun yang sama pula, board game buatan Boy dan timnya yang berjudul Monas Rush berhasil meraih juara favorit kontes Board Game Challenge 2015 yang diselenggarakan oleh PT. Kompas Media Nusantara.
Tahun-tahun selanjutnya dihabiskan dengan Boy yang terus memproduksi berbagai macam game dalam naungan Joyseed—contohnya mobile game Hollywhoot, mobile game Kingdomtopia, dan mobile game Rocky Rampage. Ketika ditanya apa ia memiliki favorit dari antara permainan yang sudah ia kembangkan dan rilis, Boy berkata bahwa Rocky Rampage (RR) adalah game yang sangat mengesankan untuknya. Selain karena RR mendapat respon yang baik dari pasar, ia dan timnya sendiri suka memainkan game tersebut. Kebanggaannya akan RR pun makin membesar ketika game tersebut sukses secara komersial dan meraih beberapa penghargaan seperti Best of 2020 Google Play sebagai satu-satunya game dari Indonesia kala itu. Kesuksesan-kesuksesan tersebut membawa Joyseed untuk diakuisisi oleh sebuah perusahaan Australia pada tahun 2018, dan Boy tetap menduduki posisi CEO hingga tahun 2022.
Motivasi lain yang mendorongnya untuk terus berusaha adalah Forbes 30 Under 30. Sejak pertama kali Boy mengetahui tentang apresiasi yang dibuat oleh majalah Forbes ini, ia bermimpi untuk bisa masuk ke daftar tersebut sebagai tanda kesuksesannya. Ia sadar bahwa tanpa tindakan, mimpi itu hanya akan tetap menjadi angan-angan. Tekad Boy yang semakin kuat membuatnya mendaftarkan diri untuk dinilai. Setelah beberapa bulan berlalu dan ia bahkan sempat melupakan hal tersebut, Boy mendapat kabar dari majalah Forbes bahwa ia berhasil masuk ke Forbes 30 Under 30 Indonesia 2021 di usianya yang ke 29-tahun. “Saya benar-benar kaget dan tidak percaya. Tapi saya sangat bersyukur dan pengalaman ini mengajarkan saya untuk berusaha saja yang terbaik, dan let God do the rest,” ujarnya. Satu penghargaan lagi berhasil ia raih dalam karir.
Keberhasilannya bergabung dalam daftar Forbes dan kelahiran putrinya menjadi katalis untuk Boy memikirkan kembali tujuan hidupnya di awal tahun 2022. Dulu mungkin ia bermimpi untuk menjadi pengusaha yang sukses, tapi memikirkan “kesuksesan” tersebut membuatnya merasa kosong dan hilang arah. Boy pun memberanikan diri untuk mundur dari Joyseed pada tahun 2022 dan mencoba mencari pekerjaan di perusahan teknologi yang lebih besar. Sayangnya, perjalanannya tidak semulus rencana yang sudah ia susun. Boy tidak mendapat tawaran dari perusahaan manapun saat itu. Di kala semangatnya mulai turun, pertemuan dengan seorang kurir tunarungu mengubah pandangannya. Kurir tersebut keliru mengantarkan paket milik tetangga Boy ke rumah Boy. Ia ingin memberitahu kurir tersebut bahwa terjadi kesalahan, tapi karena kurir tersebut tidak mengerti, Boy membiarkan saja lantaran ia berpikir ia bisa menyampaikan paket tersebut ke tetangganya. Tetapi ternyata beberapa jam kemudian, kurir tersebut kembali untuk memperbaiki kesalahannya. Melihat kurir tersebut bekerja dengan tekun dan tetap bertanggung jawab meski menyandang disabilitas, Boy tergugah dan terinspirasi.
Kejadian yang Ia alami ini mengingatkannya pada buku yang dibacanya, No Rules Rules oleh Reed Hastings. Buku itu menyinggung bahwa semua perusahaan akan berlomba mencari talenta superstar. Kalau begitu, bagaimana dengan orang-orang seperti kurir tersebut yang biasa dipandang sebelah mata? “Mulai detik itu saya bertekad untuk membuat tempat buat orang-orang seperti ini, yang bukan superstar dan biasanya tidak diberi kesempatan,” ujar Boy. Berpegang pada pemikiran ini, Boy pun mendirikan Mankibo—sebuah perusahaan yang memiliki misi untuk menjadi tempat yang inklusif. Ia ingin orang-orang yang memang mau bekerja di industri kreatif, khususnya di bidang industri game, mendapatkan kesempatan yang sama meski memiliki keterbatasan seperti disabilitas. Saat ini, Mankibo memiliki satu pegawai yang tunarungu dan satu pegawai yang memiliki kelainan otak saat masih bayi.
Terlepas dari karirnya yang cemerlang, bekerja di industri game tidak selalu semulus kelihatannya. Ia merasa suka cita bekerja di industri ini saat ia mendapat respon yang baik dari pengguna yang menikmati bermain game buatannya. Ia juga merasa gembira saat ia bisa memberi lapangan kerja bagi orang-orang difabel. Sebagaimana koin bersisi dua, ia juga merasakan dukanya bekerja di bidang ini ketika game yang dibuatnya kurang berhasil atau ketika timnya mengalami kesulitan finansial. Namun sekali lagi, pengalaman-pengalaman itu juga yang membuat hidup Boy berwarna.
Masa belajar Boy di UK Petra telah membekalinya dengan keahlian dan membentuk cara padangnya akan kehidupan. Ia menyebutkan bahwa kelas DKV 1 dan DKV 2, dengan tugas yang diberikan untuk membuat game, adalah salah satu alasan ia makin tertarik masuk industri game. Saat-saat ia harus bekerja keras untuk membayar uang kuliah ketika orangtuanya bangkrut juga membuatnya harus keluar dari zona nyaman. Dari situ ia harus belajar membagi waktu antara bekerja dan berorganisasi. Ia juga merasa bahwa empatinya terhadap sesama, terutama terhadap teman-teman difabel, terbentuk berkat nilai-nilai Kristiani yang UK Petra tanamkan selama ia berkuliah.
“Kuncinya jangan ragu mencoba dan memperbaiki diri step by step,” ujar Boy sebagai pesan kepada para Petranesian yang ingin berkarir di bidang industri game. Menurut Boy, karena industri game akan berkompetisi secara global, siapapun yang ingin mencoba masuk ke industri ini harus bisa memikirkan strategi agar bisa terus bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar seperti Nintendo, EA, King, dan masih banyak lainnya. Boy percaya dan berharap game buatan anak bangsa Indonesia dapat bersaing dengan game internasional. Ia pun bertekad untuk bisa melahirkan game yang bisa bersanding di pasar internasional. Kita nantikan game baru mendunia karya Bernardus Boy Dozan Poerniawan. Tetaplah bermimpi dan mengejarnya, Boy!
Ditulis oleh: Edlyn Gracia