Dunia kerja sungguh dibuat berguncang di tahun 2020. Banyak perusahaan yang terpaksa harus gulung tikar karena mengalami defisit. Ada juga beberapa tempat kerja yang dengan berat hati melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap beberapa pegawainya agar dapat mengurangi pengeluaran. Sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia tentu menjadi tantangan besar bagi para fresh graduate.

Debora Christy Rumawas Simona, S.Ds., B.Sc. menjadi salah satu dari alumni UK Petra dan Universitas Dongseo lulusan 2020 yang bersyukur masih bisa diterima bekerja di tengah masa pandemi. Pekerjaan yang didapatnya pun tidak jauh dari apa yang ia pelajari selama menjadi mahasiswi Program International Program in Digital Media (IPDM) angkatan 2016. Dia telah bekerja sebagai seorang graphic designer dan illustrator di Metro Group, Semarang, selama kurang lebih tiga bulan.
Adaptasi di Lingkungan Baru
Debora langsung tertarik untuk berkuliah di UKP setelah bertanya-tanya pada salah satu kakak kelas yang mengambil studi di Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV) UKP. Dia juga berencana masuk ke Prodi DKV karena kecintaannya pada menggambar. Tapi, setelah selesai mengikuti sarasehan, orang tua Debora malah tertarik dengan Program IPDM dan menawarkan pada anak sulung mereka tersebut untuk transfer ke program itu. Apalagi, program 2+2 yang memberikan para mahasiswa IPDM kesempatan untuk mendapatkan gelar ganda dari UKP dan Universitas Dongseo di Korea Selatan hanya dalam waktu 4 tahun studi. “Tadinya saya sempat lihat di website Petra, program double degree-nya menarik. Namun, saya pikir pasti mahal, jadi saya ‘gak ngomong ke orang tua,” kenang Debora. Setelah mendapatkan tawaran dari orang tuanya, Debora memutuskan untuk masuk ke IPDM dengan beberapa pertimbangan. Dia merasa lulusan mahasiswa dari program ini masih jarang. IPDM juga lebih cocok baginya ketimbang DKV karena spesialisasinya adalah digital art. Poin tambah lainnya adalah penggunaan bahasa Inggris dalam seluruh proses belajar-mengajar. Debora sudah sangat akrab dengan bahasa Inggris karena ayahnya keturunan Eropa.
Dalam kurun waktu 2 tahun berkuliah di UKP, Debora punya banyak pengalaman berkesan. Salah satunya adalah membuat game prototype menggunakan Microsoft PowerPoint. “Seru banget dan ‘gak nyangka pakai PPT saja bisa kelihatan keren prototype-nya,” ucapnya. Tak hanya belajar tentang teori-teori dasar di programnya, Debora juga belajar banyak hard skills dan soft skills yang disertai dengan nilai-nilai Kekristenan yang benar. Terbukti dari keikutsertaannya di UKM Ilustrasi dan beberapa kegiatan kepanitiaan sebagai anggota tim desain. Tahun 2018, ia berangkat ke Korea Selatan dan menjadi mahasiswi International College of Dongseo University.
Sesampai di sana, Debora langsung diperhadapkan dengan language barrier. Tidak semua dosen di Dongseo fasih berbahasa Inggris, sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman. Ketika ia menanyakan sesuatu kepada dosen, dosen tersebut tidak mengerti pertanyaan Debora. “Harus diusahakan menggunakan bahasa Inggris yang simpel, jelas, dan mudah dimengerti, tapi tetap sopan ya. Jangan tanya sesuatu yang vague atau berbelit-belit,” pesannya. Selain itu, Debora juga harus beradaptasi dengan perbedaan budaya dalam berpendapat. Kebebasan berpendapat di Korea tidak setinggi di Indonesia, sehingga banyak hal yang di Indonesia dianggap biasa saja, tapi di Korea termasuk hal yang tidak sopan.
Di antara seluruh tantangan yang Debora alami di Korea, masih ada banyak hal yang bisa ia nikmati dan pelajari. Ia bisa bertemu dan belajar langsung dengan para dosen yang profesional dan sangat berpengalaman di bidangnya masing-masing. Penyuka game fantasi RPG/MMORPG ini juga menemukan mata kuliah favoritnya di sini, yaitu character design. Tak hanya itu, Debora mendapat kesempatan magang selama beberapa bulan di Samwoo Immersion, perusahaan yang membuat simulasi VR di Busan. Simulasi VR yang dibuat kebanyakan berhubungan dengan kapal dan diperuntukkan pemerintah atau militer Korea. Debora ditempatkan dalam tim 2D dan bertugas membuat konsep karakter seperti nahkoda, navigator, dan kru, serta membuat isometric art beberapa jenis kapal.

Fleksibel, Giat, dan Mau Belajar
Ada cerita menarik berkaitan dengan posisi Debora di tempat kerjanya saat ini. Metro Group memiliki beberapa perusahaan di dalamnya yang terikat satu nama kepemilikan. Beberapa di antaranya adalah PT Sango Ceramics Indonesia dan PT Dirga Surya. Setelah mendapatkan rekomendasi dari temannya, Debora melamar pekerjaan di PT Dirga Surya sebagai graphic designer. Ketika diterima, ia tidak langsung ditempatkan dalam tim desain. Ia fokus mengerjakan apa yang ditugaskan oleh seniornya. Seiring berjalannya waktu, beberapa perintah diberikan langsung padanya oleh pemimpin PT Dirga Surya yang juga menjabat sebagai pemimpin Metro Group tersebut. Namun, kurang dari seminggu sejak hari pertamanya bekerja, atasannya meminta Debora untuk membantu menjadi illustrator mulai hari itu di PT Sango Ceramics Indonesia, perusahaan di mana istri atasannya tersebut memimpin. Tanpa mempertanyakan alasannya, Debora langsung menyanggupi. Hingga suatu waktu, ia mendengar sendiri alasannya dari istri atasannya yang kadang kewalahan karena tim illustrator yang ada hanya menguasai teknik editing, namun kurang punya sense of design. Oleh karena itulah posisi Debora saat ini terafiliasi sebagai graphic designer dan illustrator di dua perusahaan bawahan Metro Group. Hanya saja, kantornya tetap berada di PT Dirga Surya.
Sebagai seorang rekrutan baru, deskripsi pekerjaannya belum benar-benar spesifik. Di bidang desain grafis, perempuan yang saat ini sedang menyukai genre musik alternatif biasanya membantu membuat desain untuk gambar yang diunggah di media sosial, logo, UI website, dan sekarang sedang mengembangkan percobaan animasi 3D untuk proses restorasi mobil. Sementara itu, di bidang ilustrasi, Debora membantu membuat desain keramik untuk private clients PT Sango Ceramics Indonesia. Karena para klien tersebut kebanyakan berada di luar negeri, semua permintaan dan instruksi disampaikan oleh ibu atasan melalui WhatsApp atau surat elektronik.
Ketika pertama kali tahu bahwa ia bekerja langsung di bawah arahan pemimpin besar, Debora diliputi perasaan takut. Ia selalu merasa kata “pecat” siap keluar dari mulut atasannya kalau ia melakukan kesalahan sedikit saja. “Tapi, itu cuman ‘anxiety getting the best of me’. Sekarang sudah lebih terbiasa, walau masih gugup kalau ngomong sama boss-nya,” ungkap Debora. Kesulitan lain yang harus ia hadapi adalah selera atasan. Pemimpin PT Dirga Surya bukanlah lulusan desain, sehingga seringkali apa yang dibilang bagus menurut atasannya belum tentu bagus dari segi desain. Debora harus pintar-pintar mencari jalan tengah sehingga hasilnya bisa tetap bagus, baik secara desain maupun selera atasan. Namun, ia bersyukur mendapat tipe pemimpin yang baik, mau mengarahkan, tidak kaku, dan tidak asal menyuruh saja. Di PT Sango Ceramics Indonesia, ia tidak mengalami kesulitan yang sama karena pemimpinnya adalah lulusan desain, sehingga komunikasi antara mereka berdua bisa berjalan dengan lancar.
Hal lain yang ia syukuri adalah rekan-rekan kerjanya yang ramah. Meski menjadi yang termuda dan satu-satunya staf perempuan dalam tim desain, Debora tidak mendapatkan perlakuan buruk. Malah sebaliknya, Debora senang bisa bertemu dan belajar dari banyak orang yang sangat berbakat di bidangnya masing-masing. Dan tentu saja, bisa menghasilkan uang sendiri di tengah situasi pandemi seperti saat ini membawa kebahagiaan ekstra baginya.



Bekerja langsung di bawah arahan pemimpin perusahaan membuatnya belajar hal baru. Sebagai pegawai, ia harus bisa fleksibel, giat, dan mau belajar karena tuntutan pemimpin yang harus diikuti, meski terkadang harus melakukan hal yang belum bisa dilakukan sebelumnya. Selain itu, kemampuan komunikasi yang baik juga dibutuhkan supaya tidak terjadi miskomunikasi antar rekan kerja maupun dengan atasan.
Kenali Diri Sendiri
Debora ternyata sudah membangun bisnis sambilannya sejak masih duduk di bangku perkuliahan. Dia menerima permintaan digital painting. Meski intensitas pengerjaan semasa kuliah sempat berkurang karena kesibukan mengurus tugas akhir, dia bersyukur bisa memulainya kembali setelah lulus. Bahkan, dalam 3 bulan terakhir, bisnis freelance-nya cukup laris. Karena itu, Debora harus bisa membagi waktu dengan baik. Ia juga membatasi dirinya agar tidak bekerja terlalu banyak lalu jatuh sakit. Selain itu, bisnis yang dikerjakan ini juga menjadi portfolio, sehingga ia lebih mengutamakan kualitas hasil kerja dibanding kuantitas. Sebagai tips untuk menghadapi tantangan di dunia kerja, Debora berpesan agar para mahasiswa mulai mencari bidang spesialisnya dan membangun portfolio dari sekarang. Bila sudah mempunyai perusahaan tujuan, alangkah baiknya mempelajari apa yang perusahaan itu harapkan dari pegawainya, lalu membangun portfolio sesuai ketentuan tersebut. Pastikan juga bahwa bidang yang ditekuni saat ini adalah hal yang disukai. “Seperti kata Steve Jobs, ‘Do what you love and love what you do!’ Itu sudah paling enak. Dan apapun kesusahannya juga pasti tetap enjoy karena memang suka,” ungkap Debora.
Ditulis oleh: Ivania Tanoko