Ketika pertama kali masuk universitas, seorang mahasiswa baru tentu bermimpi besar. Ingin ini, ingin itu. Ada yang ingin mengharumkan nama almamater dengan meraih IPK tinggi, menang lomba sana sini, ikut konferensi dan seminar nasional. Ada yang ingin berkecimpung di ranah kemahasiswaan, jadi anggota badan eksekutif atau legislatif, membawa perubahan positif untuk mahasiswa. Ada pula yang ingin kuliah sambil berbisnis, menjadi entrepreneur muda, atau mencari pekerjaan paruh waktu demi pengalaman.
Setelah satu dua tahun menjalaninya, beberapa pertanyaan mulai muncul di benak. Sebenarnya bisa nggak ‘sih, mengeksplor banyak hal di luar kuliah, tetapi prestasi akademik tetap unggul?
Jawabannya, tentu bisa! Kardi Teknomo, Ph.D. sudah membuktikannya. Seorang mahasiswa bisa cerdas, berprestasi, sekaligus menjadi dampak positif untuk orang-orang di sekitarnya. Alumnus Prodi Teknik Sipil UK Petra angkatan 1987 ini memanfaatkan masa kuliahnya mengeksplor begitu banyak hal.
Pakai waktu semasa kuliah sebaik-baiknya.
Sewaktu mahasiswa baru, “perpeloncoan” masih jadi budaya pada orientasi mahasiswa baru alias ospek. Ia berkisah, para senior berlaku kasar dan seenaknya kepada para junior. Mereka memberikan tugas-tugas berat tanpa esensi yang bermanfaat. Berbekal keinginan untuk mengubah budaya tersebut, Kardi berhasil menjabat sebagai wakil ketua Himpunan Mahasiswa Sipil Petra (HIMASITRA). Tak berhenti di sana, ia lanjut menjadi ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Teknik (sekarang Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas 2, red.). Setelah melobi ke sana kemari, ia berhasil menghapuskan budaya pada orientasi mahasiswa baru tersebut. Tentu kita sebagai mahasiswa zaman sekarang sangat bersyukur, bukan?
Tak hanya bergelut di organisasi kemahasiswaan, Kardi rupanya aktif di dunia jurnalistik. Ia bergabung dengan redaksi Majalah GENTA (majalah universitas, red.) dan buletin BEAM milik Prodi Teknik Sipil. Kardi juga aktif di kegiatan kerohanian dan Mahasiswa Petra Pecinta Alam (MATRAPALA). Dari kegiatan-kegiatan yang dilakoninya, Kardi mengaku mendapatkan begitu banyak manfaat. “Saya mendapatkan lebih banyak pengalaman berorganisasi, pengambilan keputusan, dan kepemimpinan,” terangnya.
Sibuk dan banyak kegiatan tak berarti kuliah boleh berantakan. Rahasianya: ‘teknik belajar coca-cola’.
Lantas, bagaimana dengan prestasi akademik? Jangan salah, Kardi tetap salah satu yang terbaik di angkatannya, ‘lho! “Saya mengembangkan teknik belajar yang saya sebut teknik belajar Coca-Cola,” ungkap lulusan cumlaude Teknik Sipil UK Petra bidang Transportasi ini. Waktu itu, reklame iklan Coca-Cola mengusung slogan kapan saja, di mana saja, always Coca-Cola. Konsep inilah yang diterapkan Kardi pada gaya belajarnya. “Kita harus bisa konsentrasi belajar di mana saja, kapan saja. Waktu menunggu rapat, menunggu di halte bus, buka buku dan mulai baca atau meringkas. Tidak perlu malu untuk belajar,” terang Kardi. Bisa diterapkan ‘nih, untuk sobat mahasiswa yang ‘kura-kura’ alias kuliah-rapat-kuliah-rapat!
Belajar itu sebelum, setelah, dan saat kuliah. Kalau hanya H-1 ujian, tidak cukup!
Pria yang melanjutkan studinya ke Thailand dan Jepang ini memiliki 4 tahap belajar yang menjadi kuncinya mempertahankan prestasi. Pertama, baca dan catat hal-hal yang tidak dipahami, kemudian tanyakan saat kuliah. “Jadi kita aktif bertanya, bukan sekadar konfirmasi, melainkan pertanyaan berbobot yang memang tidak ada di buku,” jelas Kardi. Kedua, ulangi materi, buat ringkasan. Ini dilakukan tepat setelah kuliah. Ketiga, latihan, apabila materinya berupa perhitungan. Keempat, sebelum ujian, baca ringkasan yang sudah dibuat. “Kalau besok ujian, justru harus banyak istirahat dan bersantai agar otak bisa bekerja dengan baik saat ujian. Bukannya banyak belajar malam sebelumnya. Belajar tiap hari, jauh sebelum ujian,” sarannya.
Selama ada hati dan usaha, jadi cerdas dan berdampak positif di saat yang bersamaan sangatlah mungkin.
Sebelum lulus dari UK Petra, Kardi sempat menjadi asisten Laboratorium Beton dan Konstruksi, juga asisten pengajar. Setelah lulus, ia menjadi dosen di Prodi Teknik Sipil UK Petra, sebelum akhirnya melanjutkan studi ke Asian Institute of Technology (AIT), Thailand dan Tohoku University, Jepang. Berdirinya Laboratorium Lalu Lintas dan Transportasi yang masih beroperasi hingga sekarang, juga merupakan buah dari inisiatifnya.
Ketika Kardi melanjutkan studi ke luar negeri, kiprahnya di dunia riset internasional dimulai. Di Jepang, ia melakukan riset di bidang urban planning dengan membuat model matematika untuk pertumbuhan kota, yang dinamakan Eden model. Ia juga membuat model simulasi mikroskopik pejalan kaki, Micro-PedSim. Riset ini membawanya bekerja di Arsenal Research, salah satu pusat studi transportasi dari Austrian Research Center (saat ini AIT Austria, red.) di Wina, Austria, selama dua tahun. Di sana, Kardi membuat pemodelan matematika dan simulasi pejalan kaki dalam rangka persiapan Euro 2008 Soccer Game di Wina. Hingga sekarang pun, algoritma ini masih terus menginspirasi dan dipakai oleh SimWalk milik perusahaan Savanah Solution di Zurich, Swiss.
Tempat tak jadi penghalang bagi Kardi untuk terus berkarya. Ketika ia kembali ke Asia dan menetap di Filipina, ia menjadi associate professor di Ateneo de Manila University bidang computer science. Ia terus melakukan riset, hingga melahirkan satu algoritma baru — Teknomo-Fernandez Algorithm dan queuing rule of thumb. Tahun 2014, Kardi menemukan ideal flow network (IFN). “Saya percaya IFN adalah God’s gift to humanity untuk mengatasi masalah kemacetan lalu-lintas, juga bisa digunakan untuk machine learning dan kecerdasan buatan,” tuturnya.
Perkembangan riset yang terus dilakukan tak lepas dari ilmu-ilmu dasar yang didapatkan selama kuliah di UK Petra. “Ilmu dasar seperti matematika, fisika, dan statistik paling berguna untuk karir saya. Ilmu-ilmu transportasi tentu menjadi dasar riset-riset saya hingga saat ini,” terang Kardi. Ia mengaku, kuliah di UK Petra memang berat. “Mata kuliah di Teknik Sipil UK Petra cukup rumit, dan (ini) mematangkan mahasiswa yang bergelut keras untuk lulus.” Ia memberikan contoh, Tugas Perencanaan Bangunan Beton, yang dikerjakan mahasiswa semester 6-7 dengan bobot 2 SKS. Bila dibandingkan dengan universitas tempatnya mengajar di luar negeri, materi tersebut setara dengan tesis. “Karena beratnya kurikulum kita, lulusan UK Petra menjadi lebih matang,” simpulnya. Meski berat, menurutnya, keuletan dan ketabahan selama berkuliah akan membuahkan hasil yang dapat dinikmati ketika berkarir kelak.**
Ditulis oleh: Denalyn T. Istianto